Mengurai Ironi Tambang Ilegal di Linge: Jangan Barter Kejahatan dengan Kejahatan
Poto: Nasri Gayo Aktivis dan LSM Tanoh Gayo
Takengon –MA. Dalam beberapa tahun terakhir, isu pertambangan di Kecamatan Linge semakin sering mencuat ke permukaan. Namun, seiring waktu, bukan upaya penertiban yang semakin kuat, melainkan aktivitas tambang ilegal yang justru semakin marak.
Lalu, apakah Aparat Penegak Hukum (APH) hanya diam? Tidak sepenuhnya. Namun, setiap kali ada informasi bahwa APH akan turun ke lokasi tambang, para pekerja tambang lebih dahulu mengamankan diri dan meninggalkan lokasi. Akibatnya, ketika APH tiba di lokasi, tempat tersebut sudah bersih dari alat-alat tambang, sehingga upaya penertiban seakan menjadi sia-sia.
Tak hanya itu, beredar pula informasi di media sosial bahwa ada oknum tertentu yang memanfaatkan keberadaan tambang ilegal ini demi keuntungan pribadi. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa aktivitas tambang ilegal sengaja dipelihara untuk kepentingan segelintir pihak.
“Barter antara foto lokasi tambang dengan foto nomor rekening mungkin saja terjadi. Ini yang perlu menjadi perhatian serius. Mungkin saja hal ini juga menjadi pertimbangan Ketua DPRK Aceh Tengah yang mengusulkan agar lokasi tambang ini dijadikan tambang rakyat. Tidak mungkin seorang Ketua DPRK tidak mengetahui informasi dari bisik-bisik masyarakat terkait pola kerja tambang di Linge,” ujar Nasri Gayo, aktivis LSM Tanoh Gayo.
Menurut Nasri, ada kemungkinan Ketua DPRK berpikir bahwa meskipun tambang ilegal dilarang, aktivitas ini hanya akan berhenti sementara. Dalam hati kecilnya mungkin terselip pemikiran, "Jika dilarang, pekerjaan ini hanya berhenti sesaat saja." Hal ini menciptakan dilema yang terus berulang, di mana kejahatan tambang ilegal justru dijadikan alat barter dengan kejahatan lainnya.
Jika praktik barter foto lokasi tambang dengan rekening terus dibiarkan, maka permasalahan ini akan menjadi penyakit menahun yang berujung pada kerusakan lingkungan yang semakin parah. Akibatnya, bukan hanya para pelaku tambang yang terdampak, tetapi juga masyarakat luas yang tidak bersalah.
Oleh karena itu, menjadikan wilayah yang berpotensi sebagai area pertambangan untuk dikembangkan sebagai tambang rakyat bisa menjadi solusi akhir. Dengan adanya tambang rakyat, eksploitasi berlebihan oleh tambang ilegal dapat diminimalisir.
Namun, tambang rakyat bukan berarti memberikan keleluasaan tanpa batas. Harus ada kesepakatan antara pelaku tambang dengan pemerintah daerah, terutama dalam pengelolaan lingkungan. Tanpa pengawasan yang ketat, izin tambang rakyat bisa menjadi bumerang yang merugikan lingkungan dan masyarakat.
Maka dari itu, setiap izin yang diberikan harus disertai dengan regulasi yang jelas dan pengawasan yang ketat. Jangan sampai pertambangan yang seharusnya memberi manfaat bagi rakyat justru berubah menjadi ancaman bagi lingkungan dan keberlanjutan hidup generasi mendatang.
( Icuk )