*Bincang Dengan Nof Hendra Tentang Kepala Daerah 2024: Lihat Rekam Jejaknya, Bukan Janjinya!*

 


Sawahlunto,MA-Dalam memilih calon kepala daerah pada pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak pada tanggal 27 November 2024 nanti janganlah memilih seseorang hanya berdasarkan popularitas dan pencitraan saja.  


Menurut pegiat media sosial Indonesia, Nof Hendra melalui saluran Telpon Sluler wartawan kepada Yanto media Advokasi hari ini Rabu (4/09/2024), seorang calon kepala daerah itu harus bersih, jujur, berani, adil, arif-bijaksana, cerdas, aspiratif, responsif, bertanggung-jawab, visioner, dapat diandalkan serta bisa menjadi problem solver dan decision maker yang baik.


"Pilihlah calon kepala daerah yang sudah jelas visi misi, program kerja dan sudah jelas rekam jejaknya. Lihat rekam jejaknya, bukan janjinya," ungkapnya.


"Pemimpin itu tidak hanya dilihat dari apa yang dia janjikan tapi jauh lebih penting dari pada itu adalah dilihat dari apa yang sudah dia perbuat," lanjut aktivis pecinta lingkungan ini.


"Yang kita perlukan saat ini adalah para pemimpin yang berjiwa kesatria dan visioner. Seorang pemimpin yang baik itu adalah seorang pemberani yang memiliki pemikiran jangka panjang, dan mampu memikirkan the next generation. Bukan hanya sekadar politisi yang hanya memiliki pemikiran jangka pendek. A Leader is one who knows the way, goes the way and shows the way," (Red: seorang pemimpin adalah orang yang mengetahui jalan, mengikuti jalan dan menunjukkan jalan),

ujarnya.


Selanjutnya Nof Hendra mengatakan bahwa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2024 nanti merupakan penentu bagi masa depan di daerah masing - masing.  


“Jika kita salah dalam memilih calon kepala daerah yang benar, maka kita akan kehilangan kesempatan selama lima tahun,” tuturnya.  


Lebih jauh dirinya mengungkapkan bahwa saat ini partisipasi politik dari masyarakat Indonesia masih rendah. Banyak faktor yang menyebabkannya, diantaranya adalah rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap para praktisi politik. 


Misalnya, masih banyak masyarakat yang memilih untuk berada di golongan putih (golput). Bahkan ada daerah yang jumlah golputnya lebih banyak daripada jumlah pemilih. 


Faktor lainnya adalah persepsi masyarakat yang menganggap bahwa politik Indonesia itu kotor, sehingga masyarakat jadi jenuh dan pesimis.


"Terakhir beberapa faktor lain yang menentukan diantaranya adalah partisipasi masyarakat dalam pemilihan serta sejauh mana birokrasi menjadi netral dalam pelaksanaan pemilihan," tutup Nof Hendra.


Yanto.Kabiro 

Mediaadvokasi

Popular Posts