Pratisi Hukum Indonesia Dr. Rudi Chandra, Prihatin terhadap sistem penegakan hukum (Polres Pessel) yang seakan memberikan ruang kepada penyalahgunaan narkoba untuk mendapatkan upaya rehabilitasi di Badan Nasional Narkotika Provinsi (BNNP) Sumatera Barat.



Sumbar, MA - Pratisi Hukum Indonesia Dr. Rudi Chandra, Prihatin terhadap sistem penegakan hukum (Polres Pessel) yang seakan memberikan ruang kepada penyalahgunaan narkoba untuk mendapatkan upaya rehabilitasi di Badan Nasional Narkotika Provinsi (BNNP) Sumatera Barat.


Dr Rudi perpendapat, penanganan hukum di Kabupaten Pesisir Selatan sering kali salah kaprah dan teledor oleh kepolisian setempat.seperti saat Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan tim opsnal Polres Pessel dilingkungan Pemkab Pessel beberapa waktu lalu, namun tidak melakukan penahanan terhadap tersangka. Selanjutnya,terus penangkapan pelaku narkoba seorang Ibu Rumah Tangga inisial MRT di Pasir Nan Panjang, Nagari Aur Duri, Kecamatan Sutera, oleh jajaran Kodim/0311 Pessel, namun setelah dilimpahkan ke Polres Pessel pelaku tidak juga ditahan.


“ sudah jelas-jelasnya negara menyatakan perang terhadap Narkoba.Dan tagline Polres Pessel Zero Narkoba. Nampaknya ini masih jauh panggang dari api (jauh dari yang diharapkan),” ujarnya pada media ini Jum’at (3/6/2022).


Menurut Rudi, aparat penegak hukum tidak boleh sewenang-wenang menjalankan tugas dan fungsinya sebagai alat negara, hal itu menyusul beberapa kasus yang menjadi sorotan sejumlah pihak akhir-akhir ini. Jika polisi melakukan tindakan tidak sesuai dengan prosedur atau melebihi kewenangannya, maka masyarakat bisa menuntut melalui jalur praperadilan.


“Pada kasus MRT itu jelas barang bukti yang diamankan berupa narkotika jenis sabu-sabu seberat 0,59 gram, telepon genggam, sendok takar, alat hisap, dan ada pula timbangan digital. Bahkan untuk saksi bisa dimintai keterangan dari personil Kodim/0311 yang melakukan penggerebekan kala itu. Tapi, kenapa direhabilitasi?,” ucapnya.


Rudi menyebut, saat ini bukan lagi zamannya penegak hukum bertindak semaunya, dikarenakan semua prosedur sudah diatur oleh undang-undang. Polisi mempunyai hak menyelidiki dan menyidik sebuah tindak pidana, dan berhak menetapkan seseorang sebagai tersangka dan menahannya selama proses penyidikan berlangsung.


“Namun demikian, masyarakat juga berhak mempertanyakan atas tindakan penegakan hukum yang dinilai sewenang-wenang, represif, atau melampaui prosedur,” katanya lagi.


Untuk diketahui, penyalahgunaan narkoba memang suatu perbuatan yang melanggar hukum. Meski demikian, pecandu narkoba memiliki hak untuk mendapat pengobatan dan menjalani terapi hingga pulih.


Pecandu narkoba di Indonesia memiliki kesempatan rehabilitasi dan dilindungi dalam Undang-undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika pasal 4 ayat (d), yang menyatakan bahwa negara menjamin upaya rehabilitasi untuk penyalahguna dan pecandu narkoba, baik secara medis maupun sosial. Bahkan, rehabilitasi tidak dikenakan biaya alias gratis dan akan dibebankan kepada negara.


Jika seseorang pecandu narkoba ingin direhabilitasi, maka akan dibawa dan ditempatkan oleh penyidik narkotika ke dalam rumah sakit atau IPWL (institusi penerima wajib lapor) lembaga rehabilitasi yang ditunjuk jaksa penuntut umum dan hakim di lingkungan Kemenkes, Kemensos, dan BNN agar mendapatkan perawatan.


Biaya rehabilitasi atas keputusan hakim bagi terdakwa penyalahgunaan dalam keadaan ketergantungan narkotika (pecandu) akan dibebankan kepada negara. Anggarannya akan ditanggung oleh rumah sakit atau lembaga rehabilitasi yang ditunjuk sebagai IPWL.


Adapun syarat rehabilitasi narkoba yakni:


Korban penyalahguna narkoba tertangkap tangan saat menggunakan narkoba.

Saat tertangkap tangan, terbukti penyalahguna memiliki satu atau lebih jenis narkotika, seperti heroin, kokain, ganja, opium, meskalin, morfin, kodein, sabu-sabu, ekstasi, dan zat lainnya yang termasuk dalam golongan narkotika.

Penyalahguna terbukti positif menggunakan narkoba berdasarkan surat uji laboratorium.

Membawa surat keterangan dari dokter jiwa/psikiater.

Korban penyalahguna terbukti tidak terlibat dalam peredaran gelap narkoba.


Persyaratan administratif:


Surat lamaran bermaterai ke BNN berisi identitas korban penyalahguna dan kronologi penangkapan korban oleh petugas kepolisian.

Pas foto ukuran 4 X 6

Fotokopi KTP diri, orang tua, pasangan, wali, atau kuasa hukum.

Fotokopi kartu keluarga.

Apabila korban sudah menikah maka melampirkan Akta Nikah korban dan pasangan.

Apabila korban didampingi kuasa hukum, maka perlu membawa fotokopi berita acara penangkapan.

Fotokopi izin rehabilitasi dari kuasa hukum.

Fotokopi surat penangkapan.

Jika korban masih berstatus pelajar maka wajib membawa SK dari Sekolah/Perguruan Tinggi.

Untuk korban penyalahguna yang berstatus karyawan maka melampirkan SK dari Perusahaan.

Membawa Surat rekomendasi rehabilitasi dari pengadilan.

Membawa surat pernyataan penggunaan narkoba dan bukan pengedar.

Membawa belakang surat penangkapan asli.


Adapun tata cara rehabilitasi narkoba yang akan dilaksanakan sebagai berikut:


Tahap Pemutusan Pengadilan.

Apabila korban penyalahguna narkoba dan wali korban (masih dibawah umur), maka berdasarkan proses pengadilan, perlu melaporkan keputusan rehabilitasi pada rumah sakit, puskesmas setempat dan pusat rehabilitasi yang dipilih.Selain itu, pihak korban dan keluarganya berhak menentukan tempat yang memiliki resmi izin dari pemerintah untuk melakukan proses rehabilitasi.


Tahap Asesmen Kondisi Penyalahguna. Penyalahguna bisa mencari tim asesmen terpadu untuk membantu menganalisis jenis rehabilitasi yang paling cocok. Dalam tahap ini, tim asesmen terpadu akan menentukan jenis terapi seperti apa yang cocok untuk korban penyalahguna narkoba. Misalnya seperti rehabilitasi rawat inap atau rawat jalan, tergantung kondisi korban dan hasil analisisnya.


Tahap Pelaksanaan Rehabilitasi.

Setelah melewati proses analisis tim asesmen, tahap berikutnya adalah menjalankan proses rehabilitasi di pusat rehabilitasi yang sudah dipilih sebelumnya.


Tahap Tindak Lanjut.

Tahap terakhir adalah tindak lanjut, yaitu melaporkan kepada Mahkamah Agung yang dilakukan korban penyalahguna atau perwakilan dari pihak keluarga korban. Apabila hasil keputusan rehabilitasi diberikan sebagai vonis, maka setelah menjalani rehabilitasi korban dinyatakan bebas. Namun, jika korban terbukti menjadi pengedar, korban harus kembali ke pengadilan untuk menjalani proses hukum yang berlaku.


“Jadi yang perlu kita pertanyakan adalah pelaku ini statusnya apa? Jika diupayakan rehabilitasi, apakah sudah memenuhi syarat-syarat diatas? Perlu kita garis bawahi adalah yang bisa dilakukan upaya rehabilitasi adalah pemakai atau pencandu. Dalam hal ini mereka diartikan sebagai korban, bukan pada bandar atau orang yang membuat adanya peredaran narkoba. Dan yang menentukan apakah dia sebagai pemakai atau pengedar adalah berdasarkan hasil penyelidikan dan assesmen,” kata pria yang akrab disapa Doktor itu.


Sementara itu, Kasat Narkoba Polres Pessel AKP Hidup Mulia mengatakan, terduga penyalahguna narkoba MRT tidak lagi dikenakan wajib lapor karena sudah dilimpahkan ke Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Sumbar untuk dilakukan rehabilitasi.


“MRT tidak lagi wajib lapor. Karena untuk proses selanjutnya sudah kami serahkan ke BNNP sejak Selasa (24/5/2022). Namun, tetap dalam pengawasan kami,” kata Kasat Narkoba saat dihubungi wartawan di Painan.


Hidup Mulia mengatakan, pihaknya melakukan upaya rehabilitasi terhadap MRT dikarenakan tidak memiliki bukti yang kuat terhadap hasil penangkapan unit Intel Kodim tersebut. Menurutnya, saksi yang lengkap itu adalah saksi kunci dari masyarakat umum.


“Karena saat penangkapan hanya ada saksi dari aparat Intel Kodim 0311/Pessel. Daripada salah prosedur, prosesnya tidak kami tingkatkan ke penyidikan. Sementara, MRT ini sudah kami serahkan ke BNNP untuk rehabilitasi, karena berdasarkan tes urinenya positif. Statusnya saat ini rawat jalan” tuturnya.(*)

Popular Posts