Oknum ASN Jambi diduga Simpan Kayu Bulian Sumsel

Tumpukan Kayu Bulian pada salah satu  Bangsal Kayu dan Olahan (.DokMA)


Jambi, Media Advokasi - Marak pengelolaan kayu bulian di wilayah Jambi yang diduga diambil dalam kawasan restorasi hutan harapan di wilayah Sumatera Selatan, menjadi tanda tanya besar terhadap pengawasan aktivitas ilegal logging tersebut. Lalu, bagaimana denga pengelola hasil pembalakan liar kayu bulian atau ulin yang dilindungi, apakah dapat dikenakan sanksi pidana?

Salah satu bangsal kayu dan olahan beralamat Lorong Komering Jaya, Mayang Mangurai Kecamatan Kota Baru, Kota Jambi, diketahui milik Ikhsan, yang saat itu dikelola oleh anaknya Eka, mengaku sudah sejak 2011 melakukan aktifitas olahan kayu.

Pantauan dilokasi, Selasa (20/04), pada bangsal tersebut terdapat setidaknya ratusan balok kayu bulian yang saat itu hendak disugu, terdapat pula kusen-kusen serta daun pintu yang terbuat dari kayu bulian.

Salah satu pekerja yang saat itu sedang membuat salah satu kusen pintu membenarkan menggunakan kayu bulian.Terkait aktifitas sendiri pekerja tersebut tidak mengetahui dengan pasti dari mana kayu-kayu ini datang, "mobil masuk setidaknya 2 minggu sekali," terang pekerja tersebut yang enggan disebut namanya.

Sementara pekerja lainnya menjelaskan masuknya kayu tersebut dari daerah Bintialo Kecamatan Batanghari Leko Kabupaten Musi Banyuasin, "masuk dari palembang, bintialo," jelasnya.

Pengelola bansal tersebut yang juga merupakan salah satu oknum ASN di Jambi ini, mengaku hanya menerima jasa suguan, yang padahal pantaun dilokasi juga terlihat proses pembuatan kusen dan daun pintu, "Kami hanya menerima jasa suguan," ungkapnya.

Eka menjelaskan kayu-kayu yang ada saat itu milik orang lain, sedangkan terkait asal kayu Eka tidak mengetahui, dan saat ditanya pemilik kayu tersebut Eka memilih bungkam.

Untuk diketahui, berdasarkan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan, Pasal 17 ayat (2) huruf e, orang perseorangan yang dengan sengaja membeli, memasarkan, dan/atau mengolah hasil kebun dari perkebunan yang berasal dari kegiatan perkebunan di dalam kawasan hutan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf e diancam dengan pidana pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). (Young Al)

Popular Posts