Polres Pasaman Barat Dilaporkan ke Propam Polri

 


Jakarta: Tim Advokasi Dewan Pimpinan Pusat Komite Nasional Pemuda Indonesia (DPP KNPI) melaporkan Polres Pasaman Barat ke Divisi Profesi dan Pengamanan Polri (Divisi Propam Polri) atas begitu banyak keganjilan dalam melakukan pemeriksaan untuk Laporan Polisi yang dibuat oleh PT AGR kepada masyarakat yang Melakukan aksi berpendapat di muka umum dengan menutup jalan yang bukan milik perusahaan perkebunan tersebut.


Ketua Umum DPP KNPI Haris Pertama mengatakan, penetapan sebagai tersangka tanpa undangan klarifikasi apapun yang dibuat oleh Aksi Bela Negara, Fahrizen, SP dan kakaknya Handro Donal. 


Laporan Polisi dibuat PT AGR pada tanggal 16 Oktober 2020, selanjutnya tanggal 30 Oktober 2020 para terlapor mendapat panggilan sebagai tersangka.


“Suatu proses pembuktian yang sangat sangat cepat oleh Polres Pasaman Barat. Padahal, Tim Kuasa Hukum dari Tim Advokasi DPP KNPI mengatakan legal standing pelapor masih sangat sangat tidak jelas, ”ujar Haris, Kamis (12/11/2020).


Hal tersebut kata Haris, disampaikan karena fakta hukum jalan tersebut bukan milik pelapor dan pelapor tidak pernah membuat jalan tersebut. Kemudian, izin usaha perkebunan pelapor juga tidak berlaku karena tidak mempunyai hak guna usaha (HGU). Padahal sudah melakukan cocok tanam dari tahun 1991.


“Putusan Mahkamah Konstitusi yang mewajibkan pemegang Izin Usaha Perkebunan harus memiliki Hak Atas Tanah, tidak dihiraukan oleh pelapor. Baru pada Januari 2019 pelapor administrasi administrasi HGU nya, namun ditentang oleh pemilik tanah ulayat, ”bebernya.


“Jadi ini Fahrizen dan kawan-kawan dijadikan tersangka, tepat 2 hari setelah kejadian masyarakat dengan gagah berani menahan alat-alat berat yang berusaha membuat parit atau batas antara area kebun yang dikelola PT AGR,” sambungnya.


Pihaknya memperkirakan, parit tersebut untuk menghilangkan jejak bahwa mereka selama ini menikmati hasil panen dari hutan lindung. Oleh karena itu, sewaktu penyidik ​​Polda Sumbar datang nanti mereka bisa cari alasan kalau di luar parit itu, kawasan hutan lindung, bukan perkebunan yang mereka kelola.


Sementara itu, Jubir SH, sebagai perwakilan Tim Advokasi DPP KNPI mengatakan bahwa Tim Advokasi meyakini legal standing Pelapor tidak jelas. Selain bukan pemilik jalan, patut diduga Izin Usaha Perkebunan pelapor sudah mati.


“Kami sudah berkosultasi dan kemudian bersurat ke Kementerian Pertanian. Surat diterima langsung pagi hari ini oleh Sekretaris Jenderal Kementerian Perhutanan. Kami juga bersurat ke Bupati Pasaman Barat dan juga sudah diterima oleh Biro Hukum dan Staf Bupati. Kami meminta status informasi kejelasan Izin Usaha Perkebunan pelapor karena belum punya HGU per November 2019, yang artinya menurut Undang-Undang No 39 tahun 2014, batal demi hukum karena harus mempunyai HGU paling lambat 5 tahun sejak diundangkan, ”tambah Jubir yang juga seorang Advokat dan Ketua Bidang Pertanahan dan Agraria DPP KNPI.


DPP KNPI, tegas dia, juga akan mengamati dengan dekat perkembangan kasus ini, dan akan tetap mendampingi masyarakat adat Nagari Muara Kiawai untuk memperjuangkan hak-haknya, baik hak kepemilikan tanah maupun hak-hak keperdataan (bagi hasil) 10 persen dari tahun 1991. Laporan Tim Advokasi Masyarakat Muara Kiawai diterima Divisi Propam Polri dengan Nomor SPS2 / 3221 / XI / 2020 / BAGYANDUAN.

Popular Posts