Langgar Perjanjian, PT TIE Ajukan Gugatan

Ilustrasi foto

MUARA ENIM, MA - Kontrak kerja sama pengangkutan batu bara antara PT Tuah Ibu Energi (TIE) dengan PT Satria Bahana Sarana (SBS) harus berakhir dengan gugatan yang diajukan penggugat PT TIE ke Pengadilan Negeri Muara Enim.

Melalui kuasa hukumnya dari Kantor Hukum Sukho & Partners, Suhardi Suhai, SH
M. Fauzan Arridho, SH, Hasan Ibrahim, SH
dan Khozili, SH, PT TIE mengajukan gugatan terhadap tergugat PT SBS yang sebelumnya telah membuat pengikatan untuk melakukan perjanjian pelaksanaan pekerjaan jasa angkutan (hauling) batu bara.
Turut menjadi tergugat PT Satria Bahana Sarana (PT SBS ) berkedudukan di Muara Enim, PT Bukit Multi Investama (PT BMI) berkedudukan di Jakarta dan PT Bukit Asam Tbk (Perseroan) berkedudukan di kantor pusat di Jalan Jurang Parigi Muara Enim.

Suhardi Suhai SH menjelaskan kronologis gugatan. Sebelumnya, penggugat diharuskan mengikuti tahapan seleksi yang sangat sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP) yang ditentukan tergugat. Dimana penggugat diharuskan menyerahkan jaminan pelaksanaan (Performance Bond) sebesar Rp1.968.780.000. Hal ini telah diserahkan dan dilaksanakan penggugat melalui Bank SumselBabel Syariah.

Penggugat juga diwajibkan menyediakan dump truck sebanyak 40 unit dengan spesifikasi kapasitas muatan 25-30 MT dan sudah dilengkapi dengan kelengkapan operasional pertambangan yang berlaku dan sudah dilakukan oleh penggugat. Selain itu, penggugat diwajibkan memenuhi target material batu bara sebesar minimal 6.000.000 MT (enam juta Matrik Ton) untuk durasi 1 (satu) tahun yang dalam perhitungan tim penasihat hukum penggugat, mempunyai target minimal sebesar 6.000.000 MT per tahun (12 bulan) atau minimal rata-rata 500.000 (Lima ratus ribu) MT per bulan.

“Pihak tergugat tidak konsisten dalam memenuhi apa yang telah diperjanjikan dan disepakati dalam kesepakatan prosedur dan konsultasi atau minutes of meeting (MOM).

Tergugat telah melakukan perbuatan melanggar hukum terhadap kewajiban subjektif tergugat sebagaimana tersebut dalam addendum pasal 9 (sembilan) tentang tanggung jawab dan kewajiban ayat 1 butir (a) yang menyatakan pihak tergugat menyediakan seluruh kebutuhan selama dumptruk angkutan (hauling) batu bara tersebut dioperasikan demi kepentingan tergugat selaku pihak pertama.

Akan tetapi sejak kontrak berjalan, secara rata-rata setiap bulannya tergugat tidak menyediakan kebutuhan yang dibutuhkan oleh penggugat sesuai dengan yang disepakati di dalam MOM.

“Hal ini dibuktikan dengan fakta di lapangan dan bukti-bukti yang dimiliki penggugat tentang tidak dipenuhinya jumlah feet yang beroperasi yang mengakibatkan banyak unit dump truk penggugat yang menganggur dan tidak beroperasional,” ujarnya.

Hal ini memang sengaja dikondisikan oleh tergugat karena secara logika hukumnya dengan semakin sedikitnya unit fleet yang beroperasi secara otomatis akan mengguntungkan tergugat. Sebab secara otomatis biaya pengeluaran tergugat pun semakin kecil dan kerugian penggugat semakin besar.

“Dalam gugatan tersebut, penggugat melalui kuasa hukumnya meminta PN Muara Enim menghukum tergugat untuk membayar kerugian dan immaterial sebesar Rp200.000.000.000 (dua ratus miliar rupiah) secara langsung (metten), segera seketika (Onmiddellijk) dan secara sukarela,” tegasnya.

“Kami juga meminta Pengadilan Negeri Muara Enim menghukum tergugat membayar uang paksa (dwangsom) secara tanggung renteng sebesar Rp5 juta per hari setiap hari keterlambatan tergugat secara sukarela terhadap keputusan perkara ini,” pungkasnya. (ril)

Popular Posts