Satpol PP Padang Harus di Benahi


Oleh : Gandi Putra (Pengurus Pergerakan Milenial Minang)

Baru-baru ini tersiar kabar mengejutkan dari beberapa oknum penegak hukum di Kota Padang mempergunakan tugas dan kewenangannya untuk bargaining process dalam memetik keuntungan, sebagaimana di ekspos oleh berita sumbartoday.co.id bak penyamun, oknum pejabat Satpol PP Padang, terima uang haram kafe-kafe.

Sebagai penegak hukum yang baik dan berintegritas pastinya akan mengecam dan menekan untuk menutup tempat-tempat remang-remang di kota padang yang menjadi instrumen untuk pelegalan segala bentuk perbuatan yang tidak senonoh yang berimbas demoralisasi ditengah-tengah  masyarakat.

Dan tidak tertutup kemungkinan dengan adanya konspirasi jahat antara pemilik kafe dengan oknum sebagai penegak hukum akan menjadi momok menakutkan pada kelangsungan tumbuh berkembangnya generasi penerus bangsa dan agama islam tentunya di Kota Padang kelak menjadi pemimpin pada masanya, dengan semakin meluasnya praktik kafe remang-remang akan berimplikasi buruk bagi penerus khitah bangsa dan agama, tentu sedikit atau banyaknya akan terkontaminasi dengan percikan-percikan dosa dari kafe remang-remang,  jika hal ini tidak ditindak lanjuti secara tegas oleh pihak pemerintah daerah maka jelas hal ini akan dan terus berlanjut.

Menelisik lebih jauh peran pemerintah kota padang dalam memberantas maksiat di Kota padang sudah dilakukan  semaksimal mungkin, terlihat pada regulasi dan aturan-aturan yang secara ekplisit mengecam keras yang namanya maksiat di Kota Padang, kalau boleh dihitung menyangkut  regulasi yang dibuat  sudah banyak  berupa peraturan-peraturan yang dikemas sedemikian eloknya oleh pemerintah kota padang, tapi hal itu tidak serta merta dapat menghilangkan maksiat dari kota Padang justru dengan banyaknya peraturan orang dan pemilik warung terasa disudutkan dan dirugikan maka dengan itu mereka mencari  beribu cara untuk mengeksiskan tempat-tempat mereka, tidak hanya satu jalan menuju roma begitulah kata pepatah hal ini rasanya juga diamini oleh para pemilik kafe-kafe remang di kota padang, ketika terhambat dengan jalan buntu dengan peraturan ini peraturan itu yang membuat mereka rugi maka mereka pemilik kafe remang berusaha untuk mempengaruhi oknum Satpol PP yang nota bene nya sebagai orang yang bertugas menyidak dan merazia tempat-tempat yang diduga sarang perbuatan maksiat tersebut, tidak hanya inisiatif itu datang dari pemilik kafe tapi juga dari oknumnya sendiri untuk menambah uang bulanan anak dan isteri dirumah dengan cara memaksa pemilik kafe untuk menyuguhkan uang setoran dan uang tutup mulut, jika hal itu tidak diindahkan maka mereka akan menakut-nakuti pemilik kafe dengan isu merazia tempat tersebut.

Dengan semakin kolektif diantara keduanya yang sama-sama mencari keuntungan (mutualisme) Tentu hal ini akan dan terus menjadi wacana bagi pemerintah dalam memberantas maksiat di Kota Padang, bagaimana mungkin niat baik dari wali kota dan jajarannya terlaksana sementara aparat yang ditugaskan untuk memberantas justru memeras dan melegalkan, sungguh miris memang, dengan itu pemerintah Kota padang harus mengusut tuntas segala perbuatan oknum-oknum yang telah mencoreng nomenklatur penegak hukum khususnya jajaran Satuan Polisi Pamong Praja (SATPOL PP) dengan cara memberhentikannya. Kota Padang harus menjadi sarangnya para orang cerdas, Kota pendidikan dan Kota bermoral karena Padang adalah Ibu Kota Provinsi Sumatera Barat yang menjadi sorotan dan penilaian dari se antero daerah-daerah yang ada di Indonesia.

Melihat hal ini lebih mendalam penulis teringat dengan apa yang pernah diucapkan oleh  Lawrence M. Friedman ada tiga bentuk sistem hukum agar peraturan yang dibuat dapat dilaksanakan dengan baik dan berpengaruh pada penerapannya,  Pertama: Legal Substance (substansi hukum), Kedua: Legal Structure (instrumen hukum/penegak hukum), dan Ketiga: Legal Culture (budaya hukum). Jika pendapat ini disarikan dan dipadukan dengan kondisi yang dialami Kota Padang  saat ini dalam pemeberantasan maksiat maka secara ekplisit aturan-aturan yang dibuat sudah memadai dan dirasa lengkap, Perda yang di dalamnya termuat norma-norma harus bisa dilaksanakan dan tidak boleh hanya menjadi semantic value dalam teks, isinya bagus namun tak mampu direalisasikan dalam realitas kehidupan di Daerah tentu akan menjadi sia-sia, maka oleh karenanya dibutuhkanlah sarana yang kedua dan ketiga yaitu aparat penegak hukum dan budaya hukum agar peraturan itu dibuat tepat sasaran apa yang dituju, sebaik apapun suatu aturan dan dijalankan oleh penegak hukum yang buruk maka akan menghasilkan hukum yang buruk, sebaliknya seburuk apapun peraturan yang dibuat dan jika dijalankan oleh penegak hukum yang beritegritas dan bermoralitas maka akan menghasilkan produk hukum yang baik, sudah barang tentu penegak hukum sebagai pengendali berlaku atau tidaknya hukum yang dibuat oleh pemerintah yang dalam hal ini Peraturan Daerah Kota Padang.

 Oleh karena itu menjadi tanggungjawab kita bersama untuk mewujudkan Kota Padang yang aman dari segala bentuk penyimpangan jabatan dan kemaksiatan, maka pemuda harus menjadi lokomotif bagi perubahan dalam menata dan memperbaiki Kota Padang di hari, bulan, tahun berikutnya.

Sebagai perwakilan dari aspirasi pemuda minang yang tergabung dalam Ikatan persaudaraan dan kekeluargaan, Pergerakan Milenial Minang sangat mengecam perbuatan bejat dan tidak senonoh dari Oknum Satpol PP yang terjaring dalam penyelewengan, pelegalan perbuatan maksiat di Kota Padang tepatnya pada tempat-tempat yang mencurigakan seperti cafe remang-remang, kami bersiap melakukan terobosan-terobosan guna memperlihatkan kepedulian pada Pemerintah Kota Padang dan meyakinkan eksistensi Pergerakan Milenial Minang akan memberikan warna tersendiri dalam memajukan dan mewujudkan Kota Padang bersih maksiat. (barek samo di pikua, ringan samo di jinjiang/ basamo mangko manjadi)


Popular Posts