Ketika Rumah Sakit beralih Fungsi menjadi Agen Wahabi


Opini:Oleh Mustafa Husen Woyla

Media Advokasi.com,
Diketahui salah satu pihak yang mengundang Firanda El Wahaby, El Nejdi adalah rumah sakit Pemerintah Aceh bernama RSUD Zainal Abidin. Demikian brosur undangan beredar di media sosial.

Pemerintah Aceh wajib segera menindaklanjuti pelanggaran pengunaan fasiltas umum berupa mesjid RSUD ZA sebagai tempat penyebaran faham yang bertentangan dengan Qanun Aceh Tentang Syariat Islam dengan bunyinya;

"Pelaksanaan syariat islam telah ditetapkan di Aceh berlaku sesuai akidah ahlussunnah waljamaah yang bermadzhab Syafiie, dengan menghormati mazhab lainnya."

Artinya, Umat Islam Aceh tetap menghormati mazhab lain sebagai bentuk khazanah pemikiran islam yang sah. Namun jika datang dengan dakwah penyesatan atau tokoh yang makruf menyesatkan pengikut Ahlussunah wal jamaah dalam "terminilogi" sebagai pengikut Syafi'i, Asy'ari dan Alghazali. Maka kami akan bertindak di bawah payung qanun yang prosedural dan tentunya dengan "himmah suke galak prang."

Kini, peran rumah sakit umum Zainal Abidin telah beralih di luar fungsinya. Dimana sekarang dengan masif menyebarkan faham wahabi di berbagai tempat dan bermacam program.
Misal, di Meunasah Alka'by (mesjid ilegal sekarang), Meulaboh adalah tempat pengajian para dokter alumni didikan direktur menjabat sekarang di komplek rumah dokter RSDU-ZA.

Menurut keluhan dai perbatasan, Singkil - Medan, para okmum dokter RSUD- ZA membantu program dakwah perbatasan, dan mengambil da'i Wahaby Assunnah Medan plus lembaga dakwah dan dari unsur individu.

Kita harapkan kepada lembaga otoritas Aceh dan juga ormas Islam mesti berdiri tegak melawan segala bentuk pengangkangan ini.

Ohya, bek GEUSUN di gata para teungku/ustadz Aceh,

Muslim Aceh sudah mendarah daging dengan faham Ahlussunah wal jamaah, 3 Kerajaan Aceh: Perlak (840), Samudra Pasai (1267), Darussalam (1507) bermazhab ASWAJA, jauh lebih tua dari Saudi Wahabi (1932). (Sumber Abati Muhajir).


Dalam "Fiqh Al-Ikhtilaf" Ulama telah banyak menjelaskan bahwa haramnya menyebarkan sebuah mazhab baru di kalangan masyarakat yang telah berpegang kepada mazhab tertentu, walaupun yg dibawa itu juga bagian dari mazhab 4 yang muktabar. Hal ini diputuskan oleh para ulama setelah melihat kemaslahatan masyarakat, karena yang membawa mazhab baru dikalangan orang awam yang sudah bermazhab itu bukan pembawa dakwah namanya, tapi pembawa fitnah (Fazlul Ridha Mahasiswa Al Azhar - Kairo asal Aceh).

Seyogianya, yang didakwahi itu
umat dakwah (non muslim) yang berjumlah 4 milyar orang lebih (lihat gambar grafik) bukan ahlul qiblat (muslim). Atau dalam pandangan dan keyakinan da'i Wahaby ahlul qibat masih umat dakwah. Jika demikian maka kalian wahai Wahabi tengik, siap kami lawan sampai tetesan darah terakhir, karena telah mengkafirkan kaum muslimin yang tidak semazhab.

Sebagai penutup dan juga jawaban kepada para jamaah hampa dan aswabi yang menuduh muslim Aceh intoleran.

Mereka mengatakan, Aceh menolak ulama yang mengajar di mesjid Nabawi.

Perlu diketahui, di Firanda mengajar di Mesjid Nabawi itu corong dakwah Wahabisasi secara murah dan gratis, itukan pusat umat Islam Se- Indonesia. Sama halnya di RSUZA pusat muslim Aceh dari 23 kabupaten/kota dalam kondisi psikis kosong dan hampa. Dengan secara gampang diisi dengan kajian keagamaan yang mendakwakan diri "pemurnian tauhid ala fahmi salaf".

Jika otoritas mesjid Alharamain itu objektif dan tidak intoleran, kenapa tidak diundang ulama-ulama Indonesia yang mumpuni dibidang hadist seperti Syaikh Nuruddin Almarbu atau ulama level dunia sekaliber Syaikh Ali Jum'ah, Syaikh Ahmad Thayeb, Habib Umar Al Hafiz dan lain-lain.

Nah, bagaimana, mustahil terjadi, kan?

Itulah, jangan terlalu cepat klaim intoleran. Jika itu tidak terjadi di alharamain sekarang.

Satu lagi bukti Wahaby intoleran dan tidak bisa berlapang dada menerima perbedaan pendapat.

Setelah Tsunami Aceh masuk negara donatur dari berbagai negara dan NGO, tentu ikut juga beberapa paham yang meraka bawa. diantaranya paham Wahabi dari Saudi Arabia.

Setelah mereka memberi bantuan non syarat berupa rumah, ada juga dibangun mesjid yang bersyarat.

Salah satu kasus adalah yang terjadi pada salah satu mesjid ormas islam nasional PW Aceh.

Pada tahun 2017  pernah menerima tamu utusan dari Arab Saudi dalam rangka membantu mesjid, mereka meminta pihak penerima bantuan bersedia memenuhi semua persyaratannya. Diantaranya;

1. Tidak boleh ada wirid secara jahar setelah shalat.
2. Tidak boleh melaksanakan kegiatan peringatan Maulid, Isra'  mi'raj dan peringatan hari besar Islam lainnya yang dianggap bid'ah.
4. Harus menghibahkan tanah kepada mereka.
5. Imam ditanggung dan dihadirkan dari mereka.
6. Rumah imam juga dibuatkan dalam perkarangan masjid.
7. Manajemen mesjid dibawah kendali pihak donatur.
8 Jika bersedia poin 1-7, biaya operosional mesjid, qurban dan infaq sedekah dari pihak Saudi.

Karena tidak bersedia tanda tangan MoU, bantuan dibatalkan.

Ini tasamuh/toleran-nya dimana, Akhinaa Alkariim?

Demikian juga akui ketua BKM Mesjid Oman, Lampriet. Jika ingin bergabung dan membuat acara di mesjid itu. Mesti ikut Standard Operating Procedure (SOP), di antaranya, tidak boleh zikir jahr, ulang khutabah, tidak boleh baca do'a jahr dsb yang bernuansa amaliah khas Wahaby.

Woyla, 12 Syawwal 1440

Salam Tasamuh
Pengamat Bumoe Singet

Jubir FPI ACEH & JUBIR IKATAN SARJANA ALUMNI DAYAH (ISAD)

Popular Posts