Kuasa Hukum : John Hamenda Korban Mafia Tanah Yang Jadi Tersangka

John Hamenda, Pemilik Lahan yang menjadi Korban Kriminalisasi.

Jakarta, MA - Menanggapi pernyataan Kepala Kejaksaan Negeri Manado Maryono kepada wartawan yang kemudian diberitakan di berbagai media online di Kota Manado dan Jakarta, John Hamenda melalui kuasa hukumnya Napal Januar Sembiring justeru menilai bahwa pernyataan tersebut terkesan sangat tendensius dan tidak mengungkapkan kebenaran yang sesungguhnya.

Menurut Napal, Kajari Manado tidak adil dan sengaja menutup-nutupi kekeliruan dan pelanggaran prosedur hukum dalam penanganan perkara tersebut. Sebab, dijelaskannya, bahwa John Hamenda sudah melayangkan gugatan perdata di Pengadilan Tata Usaha Negara Manado dan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terhadap objek tanah yang diperkarakan tapi tidak ditangapi oleh pihak kejaksaan dan kepolisian.

“Jadi seharusnya perkara pidana John Hamenda ini wajib ditangguhkan oleh pihak kepolisian maupun kejaksaan karena ada ketentuan hukum yang mengaturnya bahwa jika ada gugatan perdata atas tanah yang diperkarakan maka pidana umumnya harus ditangguhkan sambil menunggu keputusan perdata selesai,” terang Napal melalui press releasenya.

Napal juga menjelaskan, ketentuan itu diatur dalam Surat Edaran JAM Pidum Nomor : B-230/E/Ejp/01/2013 tanggal 12 Januari 2013 tentang Penanganan Perkara Tindak Pidana Umum yang obyeknya berupa tanah, yang ditujukan kepada seluruh Kepala Kejaksaan Tinggi se Indonesia, Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 1956, Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 1980, Putusan-putusan Mahkamah Agung Nomor : 413/K/KR/1980 tanggal 26 Agustus 1980 Jo. Putusan Mahkamah Agung Nomor : 129K/Kr/1979 tanggal 16 April 1980 Jo. Putusan Mahkamah Agung Nomor : 628K/Pid/1984 tanggal 22 Juli 1985.

Terkait dua buah sertifikat tanah yang dititipkan John Hamenda kepada 5 orang perwakilan dari 200 investor, menurut Napal, adalah bentuk rasa tanggung jawab kliennya untuk mengembalikan uang investasi para investor sebesar 50 Milyar Rupiah dengan jaminan berupa dua buah sertifikat tanah, meskipun dirinya sedang menghadapi kasus Bank BNI. John Hamenda sendiri ketika itu diputus bersalah tapi tidak ada kerugian negara sehingga seluruh aset yang disita harus dikembalikan.

Dijelaskan juga bahwa keputusan pengadilan mengembalikan sertifikat tanah tersebut kepada investor karena setelah diperiksa aset tanah milik John Hamenda itu dibeli bukan dari hasil kejahatan. Namun belakangan diketahui ternyata pemegang surat kuasa untuk menjual telah melanggar ketentuan hukum dengan menjual tanah tersebut kepada diri sendiri tanpa persetujuan pemilik tanah.

 “Bagaimana mungkin aset tanah senilai ratusan milyar rupiah dijual kepada diri sendiri dengan nilai yang hanya puluhan milyar kemudian dijual kepada orang lain tanpa persetujuan pemberi kuasa,” ujar Napal mempertanyakan.

Akibat perbuatan itu, Napal menerangkan, kliennya sudah membuat Laporan Polisi di Bareskrim Polri pada tangal 27 Februari 2019 sesuai dengan Surat Tanda Terima Laporan No : STTL/0171/II/Bareskrim dengan terlapor Notaris/ PPAT Karel Linduat Butarbutar, SH, MH Notaris di Manado yang telah membuat akta jual beli atas tanah milik John Hamenda sesuai dengan Sertifikat Hak Milik No. 3788/Malalayang 1 seluas 36.560 M2 dan No. 3789/Malalayang 1 seluas 16.091 M2. tanpa persetujuan John Hamenda dengan dugaan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud Pasal 421 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

John Hamenda juga telah membuat Laporan Polisi di Bareskrim Mabes Polri pada tanggal 15 April 2019 sesuai dengan Tanda Terima Laporan No : STTL/263/IV/2019/ Bareskrim dengan terlapor para penerima surat kuasa yakni : Aryanto Mulia; Subagio Kasmin; Siman Slamet; Ratna Purwati Nicolas Badarudin; dan Denny Wibisono Saputro karena telah menjual tanah milik John Hamenda kepada Ridwan Sugianto tanpa persetujuan John Hamenda, dengan dugaan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud Pasal 266, 372, dan 385 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Bahkan, lanjut Napal, kliennya sudah melaporkan sejumlah oknum penyidik ke Mabes Polri karena diduga terima suap dalam penanganan perkaranya. Selanjutnya, John Hamenda juga telah melaporkan Kepala Kejaksaan Negeri Manado Maryono ke Jaksa Agung RI terkait dugaan suap atas penetapan P21 terhadap perkaranya.

Yang perlu diketahui, papar Napal, ada satu kalusul dalam perjanjian pengikatan jual beli, bahwa Surat Kuasa untuk menjual asat tanah dimaksud baru berlaku jika John Hamenda meninggal dunia atau tidak bisa menanda-tangani sendiri akta jual beli sertifikat tanah tersebut.

“Yang jelas klien kami John Hamenda sebetulnya adalah korban mafia tanah dan mafia hukum yang patut dan wajib diberi perlindungan hukum oleh aparat penegak hukum, karena sesungguhnya sudah beritikad baik mau memberi jaminan pengembalian uang investasi yang hanya 50 milyar rupiah dengan aset tanah yang bernilai ratusan milyar,” pungkasnya.

Pengacara John Hamenda ini juga mengatakan, upaya hukum yang ditempuh kliennya dengan melaporkan kasus ini ke Mabes Polri agar praktek mafia tanah bisa dihentikan, karena nama mafia tanah yang sering muncul di publik sudah sangat meresahkan warga. (Paulus/ Red)

Popular Posts