Gemura Menggelar Diskusi Kebangsaan “Siapa Yang Ideal Mempimpin Negeri Ini”?



Jakarta, MA - Sebagai upaya mewujudkan demokrasi yang berkemajuan, DPP GEMURA menggelar diskusi kebangsaan dengan tema “Siapa yang ideal memimpin negeri ini?” di Meeting Room Mie Aceh Seulawah, Cikini pada Sabtu, (9/2/2019).



Diskusi tersebut dihadiri oleh narasumber yang kompeten, diantaranya M. Arwani Deni (Politisi Gerindra), Solihin Pure (Wakil Sekjend DPP PBB), Hariqo W. Satria (Direktur Eksekutif Komunikonten).


Yasir Arafat, dalam sambutannya sebagai ketua panitia menyampaikan bahwa diskusi ini sebagai bentuk wakaf intelektual organisasi kepada masyarakat. “Diskusi perdana ini sebagai wakaf intelektualGEMURA agar peserta mendapat wawasan yang mendalam mengenai pilihannya pada pilpres nanti. Selain itu, kami sampaikan terimakasih kepada narasumber yang telah hadir, dan kami mohon maaf karena Ketum GEMURA tidak dapat hadir karena masih merawat anaknya yang sedang sakit. Mohon do’anya. Kami juga berharap dari diskusi kecil ini, mampu memunculkan gagasan besar,” harapnya.

Solihin Pure, mengatakan bahwa pilpres ini adalah episode lanjutan dari pilpres 2014 lalu, tidak ada yang istimewa. Hanya saja, saat ini kita dapat melihat kerja nyata dari pemerintahan ini untuk menentukan pilihan.

“Era Jokowi saya nilai lebih teratur dalam segi ketatanegaraan, serta pembangunan infrastruktur lebih merata dibanding sebelumnya. Saya sebagai orang timur, merasakan infrastruktur yang lebih baik saat ini, meskipun anggaran yang digunakan berasal dari pinjaman,” paparnya.

Dari perbandingan cara memilih cawapres, Prabowo dinilai lebih cerdas daripada Jokowi. Prabowo memilih Sandiaga Uno, yang notabene masih muda dan memiliki keahlian di bidang ekonomi.

“Kita memahami bahwa kepemimpinan bangsa selalu melakukan regenerasi. Prabowo saya kira memberi peluang bagi anak muda untuk berkiprah sebagai generasi pemimpin selanjutnya. Sedang Jokowi, mungkin hanya melihat dari figur cawapres uang diambil agar meraih suara Islam sebagai penolakan isu dirinya anti Islam. Namun, sayangnya ia menafikan regenerasi kepemimpinan muda karena cawapresnya lebih tua dariinya,” ungkap Arwani Deni.

Pada diskusi sesi selanjutnya, Hariqo lebih menekankan pada masyarakat agar lebih waspada terhadap ancaman hoax dan perpecahan bangsa. Ia menghimbau agar masyarakat melek literasi di tengah pergolakan demokrasi saat ini. “Tim pemenangan dari kedua pasangan lebih menyedot perhatian pada upaya menyebarkan informasi yang saling menjatuhkan, menghujat dan menjelekkan. Ini tidak sehat karena hanya lebih menekankan elektabilitas, bukan program kerja yang akan diusung nantinya,” ungkapnya.

Sebagai narasumber yang netral, Riqo menyampaikan bahwa siapapun pemimpinnya, dia haruslah orang yang tidak mudah didikte oleh kepentingan manapun. “Rakyat perlu untuk bertanya, “Nanti presiden yang terpilih itu milik siapa?, apakah milik rakyat atau milik donatur?”. Kemandirian merupakan aspek penting yang harus dimiliki oleh pemimpin, semoga kita bisa menemukannya di pilpres April 2019 nanti,” harapnya. (Fh)

Popular Posts