Keresahan Karto Glinding: AMANAH & KEDAULATAN RAKYAT INDONESIA YANG TERGADAI


Jakarta, Media Advokasi - Kelalaian dari pembangunan nasional Indonesia sudah dimulai dari kebijakan  perencanaan dan pelaksanaannya. Seperti pembiaran terhadap petani dan kaum nelayan kita yang beralih profesi menjadi buruh di perkotaan, sehingga arus migrasi (urbanisasi penduduk) dari desa ke kota pun tidak terbendung dan menimbukan masalah baru.

Masalah pertama tentu saja sawah, ladang dan laut kita jadi merana karena ditinggal para petani dan nelayan yang bisa memaksimalkan hasil pertanian dan laut kita yang sangat potensial.

Masalah ikutannya jelas ikut mengubah pola hidup yang terkait dengan masalah tradisi dan budaya petani dan nelayan kita yang tidak kalah penting nilainya. Budaya leluhur dari suku bangsa Indonesia yang unik sebagai orang laut misalnya dari budaya petani dan orang-orang pelaut kita yang tangguh.

Perubahan pola budaya dari masyarakat agraris dan maritim yang khas ini sangat besar pengaruhnya pada perkembangan budaya masyarakat di perkotaan yang terkesan gamang memasuki masuk dalam budaya masyarakat pasar atau perkotaan  yang tampak kikuk menyesuaikan diri dengan masyarakat perkotaan. Dan masyarakat perkitaan pun jadi ikut merasa terdesak oleh pola atau gaya hidup dari nenek moyangnya orang  pelaut dan tradisi surau di pedesaan pun berubah menjadi pos Siskamling yang membuat sistem gotong royong serta kekerabatan menjadi sangat individual.

Agaknya, model pertahanan budaya serupa inilah yang ikut ambruk, sehingga gaya hidup individual semakin memberi peluang hidup suburnya paham neoliberal yang dilahirkan oleh kapitalisme dan membuat renggangnya sistem kekerabatan yang pernah hidup subur di dalam masyarakat desa atau masyarakat kampung kita.

Isyarat Robohnya Surau Kami yang ditulis sastrawan A.A Nafis beberapa tahun silsm itu agaknya mengingatka pada banyak orang bahwa pertahanan budaya -- bahkan kemandirian ekonomi dan politik -- yang semakin keruh diobok-obok bangsa asing dan sangat tetantung pada kebijakan yang mereka diktekan.

Inilah sebabnya kaum pergerskan yang perduli pada kelangsungan hidup bangsa dan NKRI menjadi risau dan cemas. Karena mandat dan amanat yang dipercayakan pada pemerintah semakin jauh dari keinginan serta kepentingan rakyat yang sesungguhnya. Bumi dan air serta semua sumber alam negeri kita tidak lagi bisa dinikmati sepenuhnya oleh rakyat.

Akibat amanah rakyat yang tidak ditunaikan dan kedaulatan rakyat yang cenderung diabaikan, maka rakyat Indonesia pantas merasa resah, karena segenap perencanaan serta kebijakan terasa sekali tidak berpihak pada rakyat.

"Setidaknya begitu juga yang saya rasakan, sebagai rakyat jelata", kata Karto Glinding kepada saya kemarin saat ngopi bareng bersama di Kedai Kopi Taman Ismail Marzuki Jakarta.

Saya sungguh terperangah. Tak tahu bagaimana harus mulai menulis ide dan pemikiran Karto Glinding selanjutnya. Karena dia terus menumpahkan unek-unek yang dia resahkan pada akhir-akhir yang katanya bertambah gawat. Jakarta, 31 Oktober 2018

Jacob Ereste
Atlantika Institut Nusantara & Wakil Ketua F.BKN SBSI

Popular Posts