Pertumbuhan Perdagangan Online Di Indonesia Sangat Pesat.

Menteri Kominfo Rudiantata
Bandung_Media Advokasi-Menteri Komunikasi dan Informasi (Kominfo) RI Rudiantara mengatakan dalam laporan terbaru yang dirilis Agustus lalu, lembaga riset McKinsey memproyeksikan nilai pasar e-commerce Indonesia akan mencapai US$ 65 miliar atau sekitar Rp 910 triliun pada 2022.

“Angka itu naik delapan kali lipat dibanding tahun lalu yang nilainya US$8 miliar atau Rp 112 triliun,” ujarnya saat memberikan orasi ilmiah di Unpad, Selasa (18/09/2018).

Dalam laporan berjudul The Digital Archipelago tersebut, McKinsey menengarai bahwa evolusi perdagangan online di Indonesia saat ini menyerupai Tiongkok pada 2010 lalu. Angka tersebut dikaji berdasarkan penetrasi electronic retailing (e-tailing) dan internet, Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita, pembelanjaan retail, dan urbanisasi.

Sebagai catatan, pertumbuhan perdagangan online di Tiongkok naik dari 3% di 2016 menjadi 16% saat ini. Maka sangat mungkin bagi pasar e-commerce Indonesia untuk bertumbuh dengan kecepatan yang sama atau lebih cepat, sebab, masyarakat Indonesia sangat gemar menggunakan smartphone, termasuk media sosial.

Sementara dalam konteks yang lebih luas, ekonomi digital di Indonesia pada 2020 diperkirakan akan mencapai 130 miliar US dollar atau Rp 1.831 triliun. Dengan pencapaian tersebut, maka dua tahun mendatang ekonomi digital akan berkontribusi sekitar 11% terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia.

“Namun tentu saja tidak semudah membalik telapak tangan untuk mencapai semua itu. Setidaknya terdapat tujuh isu utama dalam ekonomi digital yang harus menjadi perhatian bersama,” tegasnya.

Ketujuh isu tersebut adalah: human capital, pendanaan start-up, perpajakan, cyber security, infratruktur TIK, perlindungan konsumen, dan logistik.

Menurutnya, di tempat yang sama setahun lalu, Presiden Joko Widodo menyampaikan concern tentang sumber daya manusia yang berketerampilan digital.

“Penekanan Beliau saat itu adalah kita harus antisipasi menghadapi perubahan digital yang begitu cepat. Kita harus berani berubah. Bertahun-tahun, universitas-universitas kita fakultasnya tidak berubah. Kenapa tidak kita berani mengubah fakultas Ekonomi menjadi misalnya fakultas atau jurusan manajemen logistik, manajemen retail, toko online atau online store? Dunia sudah berubah. Ini yang harus kita antisipasi. Kalau tidak, mustahil kita bisa memenangi kompetisi dengan negara-negara lain.”

Demikian juga yang terjadi dengan Revolusi Industri 4.0 yang bertumpu sepenuhnya pada digitalisasi. Revolusi Industri 4.0 dikhawatirkan akan kembali memangkas jumlah tenaga kerja secara besar-besaran sebagaimana terjadi pada revolusi-revolusi sebelumnya. Robot, mesin, dan aplikasi digital sudah mulai mengambil alih pekerjaan-pekerjaan manusia yang membutuhkan keterampilan dasar, mekanis, rutin, atau yang memerlukan presisi tinggi.

“Kita akan menikmati berkah bonus demografi pada tahun 2028- 2031 yaitu kondisi di mana rasio jumlah angkatan kerja berada pada kisaran dua kali lipat dibandingkan dengan jumlah usia non-produktif. Pada tahun-tahun tersebut rasio ketergantungan diprojeksikan mencapai 44 persen, atau setiap 100 orang produktif menanggung 44 orang non-produktif,” tutupnya.(yon)

Popular Posts